Maafkanlah dan itu untuk kamu.

Kapan terakhir kali kamu mendapati luka secara fisik? Jatuh dari motor, kaki terbentur kaki-kaki meja, atau tergelincir di lantai yang super licin hingga berdarah? Apa yang kamu lakukan untuk menghentikan rasa sakitnya? Dan berapa lama kamu menunggu untuk melakukan sesuatu untuk mengobatinya? Kita biasanya akan sangat proaktif kalau jasmani kita sakit. Karena kamu taulah, ini menyakitkan dan tidak nyaman! Bahkan jika kita harus mengalami lebih banyak penderitaan saat luka-luka dibersihkan dengan cairan alkohol, kita pasti akan lakukan itu, tanpa menunda-nunda, karena kita sangat fokus pada satu tujuan akhir: mengurangi, bahkan menghilangkan rasa sakit.


Namun sayangnya, hal ini cenderung kita abaikan ketika kita mengalami luka-luka batin. Tampaknya, kita jauh merasa lebih senang mencari tahu seberapa besar penderitaan yang bisa kita tanggung, serta berkubang dalam rasa bersalah, menyesal, dendam, dan kebencian. Kita memperpanjang kesengsaraan ini dengan berkutat pada hal mengapa mereka begitu salah-bodoh, dan mencari banyak alasan mengapa kita harus benar. Kita kembali menghidupkan saat-saat terburuk berulang kali, mengorek-ngorek luka, ketimbang memilih untuk melupakan dan membiarkan penyembuhan terjadi. Seolah-olah ini yang akan kita katakan, “Seandainya aku harus menderita seumur hidup, kupastikan kamu harus melihat betapa kamu jahat kepadaku!”.


Apapun yang telah terjadi, biarlah. Mempertahankannya tidak akan pernah mengubah fakta ini, hanya akan menghidupkan sejumlah perasaan negatif dari masa lalu, membuatmu menjadi tawanan rasa sakit, dan merugikanmu.


Kemudian maafkanlah. Maafkanlah dirimu, dirinya atau apapun yang selama ini buat kamu gusar. Pada saat kamu memutuskan untuk memaafkan dan membiarkan perasaan negatifmu mencair, kamu sedang berada pada jalur menuju kedamaian.


Dengan memaafkan, kamu berarti sedang merawat dirimu sendiri, bukan orang yang telah jahat kepadamu. Ini tentang mendahulukan keinginanmu untuk merasa lebih baik ketimbang merasa menjadi benar.


Kalau kamu mengalami masalah dengan seseorang yang kamu sayangi, jelaskan bagaimana perasaanmu, tanpa menyalahkan siapa-siapa, dan apapun hasilnya, maafkanlah dia. Pembicaraan ini mungkin akan membuatmu menjadi lebih dekat atau malah saling menjauh dan tidak ingin berhubungan lagi. tapi bagaimanapun, jika ini yang terbaik, kamu harus melepaskannya. 


Kalau kamu merasa kesal dengan bajingan yang keparat itu dan bahkan tidak ingin kamu pedulikan lagi, maka bebaskanlah dirimu dan lepaskan perasaan itu! Daripada larut dalam kekesalan dan ingin mengirimi seekor kecoa ke rumahnya hingga ketakutan. Hei! Untuk apa kamu terus memikirkannya lagi  ketika kita tahu betapa payahnya mereka. Dan jangan beralasan karena dengan melakukan itu akan membuat mereka jadi lebih baik. Kamu tidak peduli! Kamu mengharapkan pembalasan atau permintaan maaf dengan layak? Lupakan! Semakin lama perasaan ini bertahan, malah akan membuat hidupmu semakin terusik. Karena itu, saat kamu memaafkan seseorang, kaulah yang menang dan meloloskan diri dari jebakan.


“Memaafkan bukan tentang bersikap baik kepada orang lain, melainkan ke diri sendiri”


-MFF

Komentar

Postingan populer dari blog ini

saya kembali.

Kamu sudah tahu? 5 fakta ini buat kamu bangga makan nasi uduk loh.